Archive for January, 2010

h1

ANALISIS KOMPARASI ANTARA MODEL CONCERN FOR INFORMATION PRIVACY DAN MODEL INTERNET USERS’ INFORMATION PRIVACY

January 31, 2010

KUNJUNGI SITUS TERBARU KAMI…
www.akuntansiku.com

LEBIH LENGKAP DAN TERUPDATE…

2.1. Dimensi-Dimensi
Dimensi-dimensi ini merupakan kosntruk tingkat pertama untuk CFIP maupun IUIPC. Terdapat enam dimensi, empat dimensi mengkonstruksikan CFIP dan tiga dimensi mengkonstruksikan IUIPC. Sementara, satu dimensi mengkonstruksikan CFIP maupun IUIPC. Berikut pembahasan rincinnya terhadap keenam dimensi.
2.1.1. Pengkoleksian
Dimensi pengkoleksian merupakan dimensinya CFIP dan IUIPC yang memasalahkan terhadap perhatian seseorang atas data yang dikoleksi oleh perusahaan penyaji jasa. Dalam pengkoleksian ini, individu mengharapkan adanya fungsi dan manfaat yang berkelanjutan. Pemberian informasi personal yang disajikan oleh individu mempertimbangkan asas kos dan kemanfaatan yang dikaitkan dengan transaksi tertentu. Sehingga, individu dapat segera menyajikan informasi personal apabila manfaat secara pasti diperoleh, atau dapat juga tidak segera memberikan informasi apabila manfaatnya tidak secara pasti diperoleh (Cohen, 1987).
Dalam proses pengkoleksian ini, ada kehendak dari setiap individu untuk menyajikan atau tidak menyajikan informasi personalnya. Kehendak untuk tidak menyajikan informasi personalnya berhubungan dengan masalah privasi personal (Cespedes & Smith, 1993). Smith et al., (1996) telah mengkerangkakan ke dalam dimensi CFIP. Demikian juga, pengkoleksian informasi personal menjadi sumber yang penting bagi masalah privasi para pengguna internet. Oleh karena itu, Malhotra, Kim & Agarwal (2004) juga memaktubkan dimensi pengkoleksian ini sebagai faktor IUIPC.
2.1.2. Penggunaan Pihak Kedua Takterotorisasi
Informasi personal yang telah terkoleksi oleh sebuah perusahaan sering digunakan untuk maksud dan tujuan tertentu oleh perusahaan tanpa sepengetahuan yang memberikan informasi personalnya. Pemanfaatan pengkoleksian informasi tersebut tentunya tidak mendapatkan ijin atau otorisasi dari pemilik informasi personal, sehingga disebut sebagai penggunaan pihak kedua takterotorisasi (Smith et al., 1996). Oleh karena itu, tidak adanya otorisasi dari pemilik informasi personal menjadikan dimensi ini sebagai perhatian terhadap privasi personal. Alasan yang dikemukakan adalah tidak terantisipasinya informasi personal ini untuk sesuai dengan tujuan pemilik informasi (Cespedes & Smith, 1993).
CFIP memasukkan dimensi ini sebagai salah satu faktor pembentuknya. Pemasukkan dimensi ini berasal dari pendugaan bahwa setelah data terkoleksi maka hanya pemilik data yang dapat menggunakannya. Penggunaannya untuk maksud dan tujuan pemasaran ataupun yang lainnya, baik dari pihak internal yang memiliki database ataupun oleh pihak eksternal yang meminta data. Oleh karena ada maksud penggunaan oleh pihak kedua untuk tujuan yang lain, maka dimensi ini dimaktubkan ke dalam pengukuran.
2.1.3. Akses Tidak Sah
Keamanan database tidak dapat dipastikan untuk selalu aman. Alasannya adalah bukan hanya disebabkan oleh kemajuan teknologi untuk mengakses database yang semakin maju, tetapi juga oleh kebijakan perusahaan dalam penanganan data (Linowes, 1989). Dalam kenyataannya, kebijakan manajemen yang berkaitan dengan penggunaan data privasi personal hanya menjadi pertimbangannya manajemen sendiri. Konsekuensi dari masalah ini, maka akses tidak sah menjadi salah satu faktor yang terkait dengan perhatian masalah privasi informasi. Lagipula, dari sudut pandang individu yang menyajikan informasi personalnya, setelah memasukkan informasi personalnya, individu tidak memiliki hak lagi untuk memonitor secara berkelanjutan. Oleh karena itu, CFIP memaktubkan faktor ini ke dalam dimensi pengukurannya.
2.1.4. Kesalahan
Masalah terhadap kesalahan data yang telah masuk ke dalam sistem database sering tidak pernah dikoreksi ataupun diperiksa. Kesalahan ini menjadi tidak pernah benar karena tidak adanya tindakan untuk pembenarannya karena perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan (Smith et al., 1996). Dengan kata lain, perusahaan enggan untuk melakukan pembenaran terhadap kesalahan data yang sudah terlanjur salah. Dampaknya data menjadi bersifat statis atau tidak dinamis. Kondisi yang demikian ini menyebabkan kesalahan dimasukkan sebagai salah satu faktor di dalam pengukuran CFIP. Alasannya sebagaimana di dalam alasan akses tidak sah bahwa individu tidak memiliki kemampuan lagi untuk memonitor data personalnya. Demikian juga, kesalahan selalu diasumsikan sebagai tindakan yang tidak dapat dihindari.
2.1.5. Pengendalian
Pengendalian menganut asas teori kontrak sosial yang merumuskan bahwa individu memandang bahwa prosedurnya dilakukan secara wajar dan ketika itu juga individu memiliki kepentingan dengan prosedur tersebut (Thibaut & Walker, 1975; Tyler, 1994). Munculnya isu pengendalian ini menjadi ada karena tindakan oportunistik bagi pengkoleksi data privasi personal untuk maksud dan tujuan tertentu. Lebih lanjut, tindakan oportunitik ini terpecahkan ketika individu melakukan kontrak sosial dengan pertukaran hubungan dan memiliki hak pengendalian.
Pengendalian menjadi sangat penting di dalam konteks privasi informasi karena individu tetap mimiliki risiko yang tinggi dengan memasukkan data personalnya ke dalam situs perusahaan. Perhatian individu terhadap masalah privasi personalnya teratasi ketika individu memiliki hak pengendalian terhadap informasi personalnya untuk menyetujui, memodifikasi atau bahkan keluar dari situs (Caudill & Murphy, 2000). Kenyataannya, seseorang juga menghendaki untuk dapat mengendalikan informasi personalnya. Teknologi internet juga sangat memungkinkan untuk mampu memanipulasi terhadap database perusahaan dengan diberi hak pengendalian individu pengguna internet oleh perusahaan. Dampaknya, pengendalian yang demikian meningkatkan daya guna privasi informasi, dan menjadi satu dimensi di dalam IUIPC. Alasannya, sifat yang dimiliki oleh pengendalian ini adalah dinamis (Malhotra, Kim & Agarwal, 2004).
2.1.6. Kesadaran terhadap Praktik Privasi
Pengendalian merupakan dimensi aktif yang mengargumentasikan bahwa privasi personal dapat dikendalikan oleh setiap individu dan dapat menginformasikan untuk pengguna lain. Demikian halnya dengan kemampuan individu untuk menyetujui, memodifikasi, dan kebebasan untuk keluar-masuk. Sebaliknya, kesadaran terhadap praktik privasi merupakan komponen pasif. Individu hanya dapat mengestimasi praktik terhadap data privasi peronal yang berjalan dalam sebuah organisasi (Foxman & Kilcoyne, 1993).
Kesadaran terhadap praktik privasi yang dilakukan oleh beberapa perusahaan terhadap data privasi individu beserta penggunaan datanya, individu tetap menafsirkan kebenaran pemraktikannya. Oleh karena itu, IUIPC memaktubkannya sebagai dimensi pengukuran (Malhotra, Kim & Agarwal, 2004). Kesadaran terhadap praktik privasi ini tidak lain sebagai padanan dimensi yang diajukan oleh CFIP, khususnya untuk dimensi penggunaan pihak kedua takterotorisasi, kesalahan, dan akses tidak sah.
Enam dimensi yang telah dibahas di atas, tidak semua dimensinya masuk ke dalam kedua model tersebut, CFIP dan IUIPC. Masing-masing model mengkonstruksikan dengan CFIP memformulasikan dimensi pembentuk atas privasi informasi personal dengan pengkoleksian, kesalahan, penggunaan pihak sekunder takterotorisasi dan akses tidak sah. Sementara itu, IUIPC berdimensi pengkoleksian, pengendalian dan kesadaran terhadap praktik privasi.
2.2. Konstruk Tingkat Pengaruh
Dimensi pembentuk tingkat pertama bagi CFIP dan IUIPC dikerangkakan selanjutnya ke dalam konstruk tingkat kedua. Stewart & Segars (2002) mengkonstruksikan tingkat kedua bagi CFIP yang mengkaitkan keempat dimensi dengan kecemasan berkomputer dan intensi keperilakuan. Sedangkan, Malhotra, Kim & Agarwal (2004) mengkonstruksikan tingkat kedua bagi IUIPC yang mengkaitkan ketiga dimensi dengan keyakinan kepercayaan, keyakinan risiko dan intensi keperilakuan. Masing-masing dimensi konstruk tingkat kedua dibahas sebagai berikut.
2.2.1. Kecemasan Berkomputer
Kecemasan berkomputer mendenotasikan kecenderungan individu untuk tidak secara mudah, secara cemas, atau ketakutan terhadap penggunaan komputer untuk masa sekarang dan masa mendatang. Sekalipun perkembangan penggunaan komputer, individu-individu menghindari kecemasan dalam penggunaan komputer di dalam sistem internet (Heinsein et al., 1987). Namun demikian, individu yang masih berpengalaman rendah di dalam penggunaan komputer di dalam sistem internet, maka kecemasannya juga rendah. Sebaliknya, individu yang sudah berpengalaman tinggi di dalam penggunaan komputer di dalam sistem internet, maka kecemasannya juga tinggi (Parasuraman & Iqbaria, 1990).
Kecemasan berkomputer di dalam dimensi ini dikaitkan dengan pemasukkan data ke dalam sistem internet. Dari pemasukkan data tersebut, individu-individu merasa cemas dengan penyebaran informasi ke pihak-pihak lain. Smith et al., (1996) menyatakan bahwa perhatian individu terhadap privasi informasi personalnya dimaktubkan ke dalam unsur CFIP. Dengan kata lain, kecemasan berkomputer memiliki konsekuensi terhadap CFIP. Alasan pemasukkan konsekuensinya adalah dengan adanya kecemasan yang tinggi bagi individu-individu berdampak tingginya CFIP serta sebaliknya. Berbasis pada hubungan antara CFIP dan kecemasan.

h1

Mekanisme Alih Pengetahuan Anggota Tim Manajemen Atas dan Eksekutif STI

January 17, 2010

KUNJUNGI SITUS TERBARU KAMI…
www.akuntansiku.com

LEBIH LENGKAP DAN TERUPDATE…

Alih Pengetahuan dan Keselarasan SIS
Alih pengetahuan merupakan proses seorang anggota jaringan dipengaruhi oleh pengalaman dari anggota lainnya (Argote dan Ingram 2000; Inkpen dan Tsang 2005), menitikberatkan pada kesediaan individu dalam organisasi untuk berbagi pengetahuan yang mereka dapatkan atau ciptakan dengan yang lain (Gibbert dan Krause 2002; dikutip oleh Bock et al. 2005), pertukaran dua arah (dyadic) dari pengorganisasian pengetahuan antara seorang narasumber dan seorang penerima (Szulanski 1996; Ko et al., 2005). Darr dan Kurtzberg (2000) serta Ko et al. (2005) lebih jauh menjelaskan, alih pengetahuan terjadi “ketika seorang kontributor berbagi pengetahuan yang digunakan oleh seorang adopter” atau dengan kata lain pengetahuan dikatakan dialihkan apabila terjadi pembelajaran, dan ketika penerima mengerti seluk beluk dan implikasi yang berhubungan dengan pengetahuan tersebut sehingga dia dapat menggunakannya (Darr dan Kurtzberg 2000; Ko et al., 2005). Read the rest of this entry ?